Gambar : Ilustrasi Hotpants
Kebiasaan – kebiasaan
yang ada pada masyarakat zaman sekarang sudah sangat komplek keberadaannya. Negara
Indonesia, sebagai salah satu negara yang memegang teguh budaya timur tentunya
sangat menjunjung nilai dan norma yang berlaku. Seyogyanya, sebagai negara yang
berdaulat dan merdeka, hendaknya seluruh masyarakat Indonesia berusaha untuk
menjaga dan melestarikan kebiasaan yang positif warisan dari nenek moyang kita.
Kebudayaan sangat erat
kaitannya dengan keberadaan suatu masyarakat. Setiap masyarakat yang mendiami
suatu tempat pasti mempunyai kebudayaan yang berbeda – beda antara satu dengan
yang lainnya. Sehingga ada istilah Cultural-Determinism (Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski : 1954 ) yang artinya segala sesuatu
yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri.
Supartono (
1992 ) mengungkapkan ada setidaknya 170 definisi dari kata budaya. Bahkan, Rafael
Raga Manan ( 2007 ) mengatakan ada 300 definisi dari kata budaya. Budaya
berasal dari bahasa Sansekerta yang
artinya buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Kebudayaan adalah hasil karya, rasa dan cipta yang dibuat oleh
masyarakat. Perwujudan sebuah budaya adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia, berupa perilaku dan benda - benda yang bersifat nyata, misalnya
pola - pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain- lain, yang kesemuanya digunakan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Arus globalisasi dan
perkembangan teknologi yang sudah demikian pesatnya cenderung memudarkan nilai
budaya yang sudah berkembang di masyarakat. Ketidakmampuan masyarakat memilih
dan memilah ragam budaya membuat mereka “murtad” dari prinsip kebudayaan
daerahnya masing – masing. Budaya luar negeri yang cenderung berbeda dengan
budaya Indonesia dengan mudahnya menggerus kearifan lokal daerah yang sudah
sedemikian parahnya.
Kearifan
lokal merupakan suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan
hidup, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup di masyarakat. Sebagai contoh,
kearifan lokal yang ada di Kalimantan Barat, misalnya penggunaan pakaian khas Telok
Belanga dan Baju Kurung, yang sudah turun temurun sejak dulu menjadi pakaian
khas Kota Pontianak. Baju tertutup yang menunjukkan kesopanan dan kepantasan
ini begitu anggun ketika dipakai oleh masyarakat Pontianak.
Akan
tetapi, kearifan lokal yang demikian bagus ini tercederai oleh budaya asing
yang masuk, terutama dalam hal berpakaian. Arus informasi serta didukung dengan
kemudahan cara mendapatkannya, membuat berbagai model pakaian yang “kurang
sopan” dengan mudahnya masuk ke wilayah Pontianak. Lihatlah di berbagai sudut
kota Khatulistiwa ini, baik tua atau muda, anak sekolah maupun yang kuliah di
perguruan tinggi dengan leluasanya berpakaian minim bak artis barat kenamaan. Dengan
dalih fashionable dan kebebasan , mereka ( perempuan ) dengan bebas
berpakaian singlet alias tank top,
celana hotpants, celana legging (celana ketat semi transparan ) bahkan
bercelana model jeans
hipster alias tampak celana dalam, yang membuat jantung laki – laki
berdegup - degup kencang dan menjadi pemandangan sehari – hari.
Hotpants merupakan celana wanita
yang jika dipakai, maka (maaf) pahanya akan kelihatan. Akhir – akhir ini, model
busana ini berkembang demikian pesatnya seiring dengan perkembangan jaman. Di
kota – kota besar, seperti di kota Pontianak, adalah menjadi pemandangan sehari
– hari seorang perempuan dengan leluasanya memakai busana ini. Di tempat –
tempat umum seperti jalan raya, mall
, bandara, pasar, warung makan, bahkan di kantor pun sering kita jumpai
perempuan yang memakai celana minim ini. Saya berfikiran, apakah ini hanya
sebuah fenomena saja atau memang sudah menjadi budaya yang mengalami pergeseran?
Budaya yang diadopsi dari luar negeri ini sejatinya sangat bertolak belakang
dengan budaya yang ada di negara kita.
Tidak
adanya kontrol media elektronik mungkin menjadi pemicu utama adanya fenomena
ini. Televisi yang menjadi hiburan paling favorit dengan bebasnya menyajikan
tayangan artis yang berpakaian erotis. Faktor pengusaha juga sangat berperan
penting, yakni mereka dengan leluasa menjual busana minim ini di toko – toko
mereka. Para perancang busana pun seakan – akan berlomba - lomba menyuguhkan
“karya terbaik” mereka. Dampak yang ditimbulkan dari pakaian serba mini ini
tentu sangat besar dan berbahaya. Timbulnya kejahatan seperti kasus pelecehan
seksual salah satunya juga disebabkan oleh busana ini.
Kita
sebagai generasi bangsa yang menjunjung kearifan lokal dan budaya daerah
hendaknya mampu memilih dan memilah, budaya luar negeri apa saja yang boleh dan
tidak boleh masuk ke negara kita. Berpakaian serba mini seperti celana hotpants jelas merupakan budaya luar
yang seharusnya tidak perlu kita ikuti. Banyak kasus kejahatan pelecehan kaum
hawa yang bermula dari masalah pakaian mini. Peran pemerintah sangat dominan
dalam membuat kebijakan berpakaian yang sopan di muka publik sebagai bentuk
realisasi otonomi daerah. Sudah saatnya kita kembali kepada norma dan budaya
yang sudah mengakar kuat di masyarakat
kita, yang menjunjung tinggi nilai
kesopanan dan kesantunan serta menjaga segala kearifan lokal terutama dalam hal
berpakaian. Semoga !
No comments:
Post a Comment