“ ...hati adalah cermin, tempat
pahala dan dosa bertarung...” - Tuhan, Bimbo
-
Sepenggal lirik dari grup kawakan
Bimbo yang berjudul Tuhan, yang dinyanyikan dengan apik diiringi akustik
petikan gitar mampu membuat suasana menjadi syahdu. Lewat sebait lagu, kita
dibuat terpesona akan keindahan Islam yang dibalut dengan seni nan indah. Lagu
itu pula yang menjadikan Bimbo memperoleh berbagai penghargaan dari berbagai
ajang hiburan di tanah air.
Penulis bukanlah pegiat di bidang
musik. Penulis hanyalah penikmat seni musik tanah air dengan genre tempo dulu.
Beberapa lagu koleksi para seniman musik tempo dulu tersimpan rapi dalam file
folder komputer pribadi. Bimbo adalah salah satu grup musik tempo dulu yang sering
membawakan lagu bernuansa islami. Salah satu lirik di atas sangat penulis
sukai, sebab makna yang terkandung dalam lirik tersebut begitu kuat. Hati
nurani yang dimiliki oleh setiap manusia menjadi pusat pengendali apakah
seseorang itu menjadi penebar kebaikan atau pendosa.
Belum lama kasus yang menyeruak
di media massa, yakni seorang ibu yang tega menyetrika wajah anak nya lantaran
hal yang sepele, baru – baru ini media dihebohkan dengan berita pembunuhan sadis
seorang perempuan di sebuah kamar kos. Tersangka dengan kejam membunuh korban
dengan cara mencekik menggunakan seutas tali kabel sampai korban meregang
nyawa. Selang beberapa hari kemudian, pelaku yang kabur dengan membawa beberapa
barang berharga milik korban ini ditangkap di kediamannya daerah Bogor. Pelaku
ternyata adalah seorang guru bimbingan belajar yang sudah berkeluarga, dengan
mempunyai seorang anak serta istri yang tengah mengandung. Penulis tidak
membicarakan ( baca : Ghibah ) tentang aib korban dan pelaku, akan tetapi
penulis mencoba mengambil hikmah kejadian ini, agar ke depan tidak terulang
lagi kejadian yang serupa.
Sebuah stasiun televisi
mewawancarai pelaku secara ekslusif. Dengan detail, tersangka menjawab berbagai
pertanyaan reporter seputar pembunuhan tersebut. Dimulai dari komunikasi via
jejaring sosial, kemudian kencan, pembunuhan, sampai penangkapan tersangka di
rumahnya. Ketika diwawancarai, sesekali tersangka berbicara sambil sesenggukan
menitikkan air mata sebagai tanda penyesalan yang teramat dalam. Sang istri
yang tengah mengandung anaknya pun dengan tegar meminta sang suami untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sebuah kisah sepasang insan yang sangat
dramatis. Tetapi apalah dikata, nasi
sudah menjadi bubur.
Setiap manusia mempunyai hati dan
ruh. Hati dan ruh secara fitrah adalah menuju ke arah kebaikan, kebenaran, dan
kedamaian. Sering kita menyebut hati dengan istilah hati nurani. Ruh dan hati
selalu bertolak belakang dengan kejelekan, keburukan, kejahatan, kebohongan dan
hal – hal negatif lainnya. Ketika kita sering berbuat kejahatan dan keburukan,
maka pada dasarnya hati dan ruh kita telah tertutupi oleh hawa nafsu kita. Ketika
kita berbuat keburukan, maka hati nurani kita yang paling dalam sering memberontak,
menolak dan menentang. Ketika seseorang berbuat kejahatan, maka dia tidak mendengar
nasihat hati dan ruh , akan tetapi lebih mengedepankan hawa nafsu. Hal ini
terjadi biasanya ketika seseorang dalam keaadaan terpuruk dan tersudut.
Seseorang yang materialistis,
cenderung menjadikan kekayaan dan ketenaran sebagai parameter di dunia. Mereka
untuk mendapatkan dunia bisa saja menghalalkan dengan berbagai cara. Korupsi,
prostitusi, mencuri, merampok, dan bentuk kejahatan lainnya mereka tempuh agar
di dunia ini sukses. Padahal, sebenarnya hati nurani mereka memberontak. Hati
nurani mereka sering menyampaikan bahwa apa yang mereka tempuh adalah salah,
tetapi semuanya itu tertutupi oleh tipu daya hawa nafsu dunia. Salah satu
bentuk berontaknya hati mereka adalah perasaan
ketidak tenangan dan kegelisahan dalam hati mereka. Mereka berlindung
dibalik keadaan keterpaksaan. Mereka para pendosa berdalih, mencari nafkah yang
haram saja susah, apalagi mencari yang halal. Inilah tipu daya hawa nafsu yang
selalu dihembuskan setan terhadap mereka yang lemah hatinya. Ketika aib mereka
terbuka di media massa dan dibuka ( baca : ditangkap ) oleh aparat, mereka
hanya bisa pasrah menangis menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya.
Dengan berpijak pada uraian di
atas, marilah kita tata kembali hati dan ruh kita. Hati adalah filter kehidupan yang paling jujur dalam diri kita.
Ketika kita akan berbuat sesuatu, maka tanyakanlah pada hati nurani kita,
berkonsuntasilah padanya, serta jadikanlah dia sebagai pendamping kita dalam
menjalani kehidupan di dunia ini. Semoga kita dapat menjadi penebar kebaikan.
Semoga.
No comments:
Post a Comment