Sumber Gambar : www.raafsquad.com
Indonesia adalah negara sangat
kaya dari segala aspek. Potensi kepemilikan sumber daya alam (SDA) yang
melimpah apabila dimanfaatkan dan dikelola secara maksimal dapat menjadikan negara
ini lebih maju. Tetapi sangat disayangkan, SDA yang demikian melimpah lebih
dinikmati negara lain dari pada bangsa sendiri. Singapura yang merupakan negara
kecil di sekitar kepulauan Riau lebih mengambil peluang ini, yaitu “
memanfaatkan “ SDA kita. Negara yang minim SDA ini dengan leluasa mengimpor
murah bahan – bahan mentah hasil alam , untuk kemudian diolahnya menjadi barang
yang sangat tinggi harganya. Minyak mentah di sekitaran pulau Kalimantan yang
sangat melimpah di ekspor ke negara Singapura. Sedangkan kita, malah mengimpor
minyak bumi yang sudah di olah dari negara Singapura. Sungguh sangat dilematis,
disaat pemerintah yang mencanangkan kemandirian nasional, akan tetapi
pemerintah pula yang “menjual” SDA mentah ke negara tetangga.
Pengamat perekonomian mengatakan,
seharusnya kita tidak perlu terlalu terlena dengan SDA yang melimpah di negara
kita. Sesungguhnya yang terpenting adalah bagaimana kita meningkatkan sumber
daya manusia (SDM) kita. Tidak salah apa yang dikatakan pengamat tersebut.
Sumber daya manusia yang tidak siap menyebabkan SDA yang melimpah tidak
terkelola dengan maksimal. Tanah yang demikian luas tidak terkelola dengan
baik. Banyak sekali tanah yang menganggur, dibiarkan terbengkalai tanpa ada
inisiatif untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Setiap tahun , universitas – universitas baik
negeri maupun swasta meluluskan ribuan mahasiswa dengan masing – masing
kualifikasi bidang, akan tetapi kenyataannya banyak sarjana yang menganggur dan
bekerja tidak sesuai jurusan yang ditempuh. Kemudian anggaran tahunan yang telah
dicanangkan dan disepakati pemerintah senilai trilyunan rupiah pun tidak bisa
dimanfaatkan secara maksimal. Singkatnya, kita menghadapi masalah 3 T ( Tiga
Tidur ) : Sarjana Tidur, Tanah Tidur dan Uang Tidur.
Paul Hanna, seorang mativator kelas dunia, di dalam bukunya “You Can do it “, menyampaikan bahwa
negara akan menjadi maju apabila di dalamnya terdapat manusia – manusia yang
berfikiran maju. Dia menyampaikan bahwa sikap seseorang menentukan sukses
tidaknya orang tersebut. Seseorang itu diibaratkan seperti sebuah pesawat yang
terbang di atas ketinggian 35.000 kaki atau 10.000 meter di atas permukaan
laut. Ketika pesawat sudah di ketinggian tersebut, maka yang mengendalikan
pesawat adalah autopilot ( pilot otomatis ), yang sebelumnya sudah diprogram
sebelum pesawat tinggal landas. Apabila pesawat tersebut terbang lebih tinggi dari
35.000 kaki, maka sang autopilot, akan mengirimkan umpan balik elektrik yang
mengatakan agar pesawat lebih merendahkan dan kembali pada ketinggian 35.000
kaki. Sebaliknya, apabila pesawat terbang terlalu rendah, maka juru kemudi auto
pilot akan mengirimkan umpan balik elektrik lagi agar pesawat kembali naik ke
35.000 kaki. Hal ini akan berlangsung sedemikian rupa sampai pesawat tiba di
bandara yang di tuju. Apabila terjadi badai yang mengharuskan pesawat naik
lebih dari 35.000 kaki, maka pilot akan menaikkan ke posisi yang lebih tinggi,
dan apabila badai sudah reda, maka pengendalian akan dikembalikan ke autopilot
lagi menuju posisi 35.000 kaki.
Dalam hal ini, autopilot
diibaratkan seperti sikap kita. Kita seperti sudah diprogram layaknya sebuah
pesawat ketika terbang. Sistem inilah yeng menjaga tingkat ketinggian
perjalanan hidup kita. Sebagai contoh adalah ketika kita berusaha menyisihkan
uang jajan kita untuk ditabung. Apa yang akan terjadi setelah sebulan ? Kita
biasanya akan pergi berbelanja dan bersuka ria, sehinggga kita akan kembali
pada tingkat ketinggian perjalanan kita sebelumnya, atau kembali pada informasi
yang telah diprogramkan (autopilot) tentang jumlah uang yang biasa kita miliki.
Contoh gampangnya, biasanya diakhir bulan, kita memiliki uang 100 ribu. Di awal
bulan kita sudah komitmen, untuk menyisihkan uang jajan kita yaitu sebesar 10
ribu rupiah untuk kita tabung. Komitmen ini berjalan selama 1 bulan penuh,
sehingga kita mempunyai uang 300 ribu. Akan tetapi, karena adanya “autopilot”
kebiasaan dalam diri kita, di akhir bulan biasanya kita akan berbelanja ini itu
, sehingga uang kita tersisa seperti bulan – bulan sebelumnya, yaitu 100 ribu
rupiah. Apakah anda demikian? Atau jangan – jangan malah semakin sedikit ?
Seperti layaknya sebuah pesawat, apabila kita berkomitmen tentang suatu hal,
kemudian kita juga berusaha mengubahnya, biasanya hasilnya bersifat sementara.
Ketika kita (pilot) memegang kendali, maka kita bisa berada pada ketinggian
yang kita inginkan. Akan tetapi, ketika kita melepaskannya, maka sang autopilot
dalam diri kita akan menginterupsi dan membawa kita kembali pada kebiasaan
ketinggian perjalanan kita. Apabila pilot ingin terbang lebih tinggi dari tingkat
ketinggian yang sudah diprogramkan selama penerbangan, maka pilihannya hanya
dua , yaitu : Tetap memegang kendali
sampai tujuan, atau memprogram ulang sang autopilot kita dengan ketinggian
baru.
Dalam istilah jawa, terkenal
istilah Obor Blarak ( membakar daun
kelapa kering). Masih ingatkah kita ketika orang tua kita membuat api
tungku dengan menggunakan daun kelapa kering ( blarak ) ? Daun kelapa kering
sangat efektif digunakan untuk stimulan membuat api tungku, dikarenakan
sifatnya yang mudah terbakar . Akan
tetapi, daun blarak yang dibakar tidak bisa bertahan lama, dikarenakan daun
tersebut sangat reaktif dengan api sehingga daun tersebut cepat habis. Kita
sebagai warga negara Indonesia harus mengakui, bahwa kita sering mengalami
kejadian seperti obor blarak
tersebut. Ketika awal – awal dalam menjalankan program, kita sangat semangat
sekali, layaknya daun blarak yang
dibakar. Ditengah jalan , seiring dengan berjalannya waktu, kita kurang
semangat, bahkan ada yang menyerah mengundurkan diri. Posisi demikian
diibaratkan seperti sebuah autopilot dalam diri kita yang memerintahkan diri
kita untuk kembali stagnan seperti sebelumnya.
Untuk mengatasi demikian, seperti
yang sudah disampaikan oleh Paul Hanna
tadi, kita harus tetap memegang kendali sampai tujuan yang kita impikan dapat
kita raih, atau kita harus memprogram ulang autopilot kita dengan ketinggian
baru. Dengan demikian, semangat berprestasi akan terus menyala, sehingga SDM
maju yang kita dambakan dapat tercapai dan SDA yang melimpah dapat kita kelola
dengan baik.
Semoga !
No comments:
Post a Comment