sumber gambar : ruangrekonstruksi.co
Kami begitu rindu suasana ini.
Lebaran Idhul Adha bagi kami
adalah momentum yang tepat untuk merangkai kembali kenangan kebersamaan
keluarga. Kami rindu suasana ini, dimana kami empat saudara bersama – sama
berbagi canda tawa merayakan hari besar ini. Solo adalah kota kuliner, dimana
berbagai menu lezat olahan daging kambing dan sapi menjadi menu andalan di kota
ini. Ibu mengolah daging kambing menjadi tengkleng, gule atau tongseng.
Sedangkan bapak biasanya mengolah daging sapi menjadi rendang, terik, atau bakso. Kami berempat memasak
daging menjadi olahan sate khas Solo. Lezat untuk perbaikan gizi keluarga kami.
He he he......
Kami begitu rindu suasana ini.
Lebaran bagi kami juga momentum
untuk selalu berbagi. Rumah kami tidak jauh dari masjid. Kami tidak perlu jauh
– jauh untuk beribadah ke masjid, karena masjid tepat berada di depan rumah
kami. Setiap tahun bapak selalu berbagi hewan qurban, berselang – seling antara
1 ekor kambing atau patungan kelompok
sapi dengan keluarga yang lain. Maksudnya adalah apabila tahun ini berkurban 1
ekor kambing, maka tahun berikutnya adalah patungan
kelompok sapi. Satu minggu sebelum
hari raya, biasanya saya diajak bapak untuk membeli kambing di pasar, atau
membeli di penjual musiman yang berada di sepanjang jalan raya kota Solo. Bapak
pandai sekali memilih, menawar, mengambil hati pedagang kambing, agar hewan
yang kami dapatkan benar-benar berkualitas, murah dan cukup umur. Kami ingat
saat bapak membuka cangkem ( cangkem
: mulut) kambing, untuk melihat apakah kambing tersebut poel (poel:cukup umur) atau belum. Saya dulu sempat bingung, apa
kiranya hubungan antara umur dan cangkem
kambing?
Kami begitu rindu suasana ini.
Lebaran di kampung halaman
memiliki kenangan tersendiri. Suasana kekeluargaan dan keagamaan begitu kental sepanjang
bulan Dzulhijah. Memasuki bulan ini, warga sibuk gotong royong membersihkan
desa. Warga bahu membahu kerja bakti, terutama di sekitaran masjid demi
menyambut hari raya Idhul Adha. Ada yang mendirikan tenda, ada pula yang
mengecat masjid supaya masjid terlihat semakin bersih dan cantik. Beberapa
warga memasang umbul – umbul dan
lampu dengan berbagai bohlam aneka
warna guna menambah kemeriahan suasana Idhul Adha. Menjelang hari raya, para
sesepuh dan takmir masjid mengadakan pengajian serta rapat pengurus rutin, guna
membahas tentang fiqh dan tata cara penyembelihan hewan qurban. Ketika malam
takbiran menjelang, kami para pemuda karang taruna membersamai anak – anak atau
adik – adik TPA ( taman Pendidikan Al Quran) untuk keliling kampung sambil
membawa oncor ( oncor : obor yang
terbuat dari bambu dengan bahan bakar minyak tanah ). Kami mengelilingi desa,
sembari bertakbir mengagungkan Asma
Allah.
Kami begitu rindu suasana ini.
Semua hanyalah kenangan, yang
tidak akan kami lupakan. Kami berempat sudah berumah tangga, berpisah dengan
orang tua, meninggalkan kampung halaman tercinta. Kakak pertama mengikuti
suaminya di Cianjur, Jawa Barat. Sedangkan kakak kedua berdomisili di Klaten,
sekitar 1,5 jam dari rumah bapak. Saya sebagai anak nomor tiga berdomisili
paling jauh, yakni di Pontianak, Kalimantan Barat. Sedangkan adik kami yang ragil,
berdomisili di Jakarta. Kami bisa berkumpul full
team ketika hari raya idhul fitri, itupun dengan durasi yang sangat
singkat. Kami tidak bisa berkumpul ketika hari raya idul qurban, terkecuali
apabila ada keperluan sangat mendesak yang waktunya memang bertepatan dengan
hari raya tersebut. Alhamdulilah, orang tua sehat selalu di kampung halaman.
Menikmati hari tua dengan berbagai kesibukan di sekitaran masjid. Bapak masih
menjadi panitia pemotongan hewan qurban. Kami begitu rindu suasana ini. Bila kite bise seperti ini ?
Bila kite bise seperti ini ?
No comments:
Post a Comment