Gambar : Ilustrasi kekerasan pada anak
sumber : www.pontianakpost.com
Oleh
: Faisal Riza
*
Dimuat di koran Pontianak Post pada: Sabtu, tanggal 26 Desember 2015.
Belum lama terdengar berita tentang kasus pencabulan anak di
Pontianak dengan korban berjumah kurang lebih 15 anak, baru – baru ini
kita dikejutkan dengan 2 kasus serupa di kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (
Pontianak post, 12 Desember 2015 ). Hal ini sungguh sangat miris, mengingat
kasus pencabulan anak begitu meningkat di provinsi Kalimantan Barat. Dan yang
sangat memprihatinkan, pelaku kejahatan pencabulan di Sanggau adalah orang tua
kandungnya sendiri. Orang tua yang seharusnya menjadi pengayom dan pelindung
bagi anak-anaknya, justru menjadi penghancur masa depan anaknya. Kasus yang
sama juga marak terjadi di kabupaten Sambas, Kubu Raya dan bahkan kasus di
Kabupaten Ketapang melibatkan oknum kepala sekolah.
Para pelaku kejahatan itu rata – rata adalah orang terdekat
yang setiap hari sering bertemu dengan para korban, seperti saudara yang masih
ada hubungan darah, tetangga rumah, teman bermain, bahkan seorang guru pun
kadang tega melakukan perbuatan keji itu. Mereka memanfaatkan waktu luang,
ketika kondisi sedang sepi, atau di saat orang tua korban sedang sibuk dengan
aktifitasnya. Rata – rata para korban yang masih anak – anak itu diiming-imingi
dengan uang, makanan kecil, atau bahkan dengan ancaman untuk tidak melaporkan
kepada orang tuanya.
Kasus ini sangatlah rumit karena berkaitan dengan sikap
mental psikologis para pelaku, dan biasanya merupakan efek mata rantai
dari pelaku yang juga pernah menjadi korban kasus serupa. Perlu kita ketahui,
bahwa kejahatan pencabulan merupakan suatu penyakit jiwa dan harus disembuhkan.
Selain karena faktor kejiwaan, faktor teknologi juga bisa menyebabkan orang
berprilaku menyimpang, dan mengarah pada kriminalitas. Adanya penyalahgunaan
media sosial dan mudahnya masyarakat mengakses situs porno, menyebabkan pelaku
pencabulan dengan leluasa melampiaskan aksi bejatnya ke anak – anak yang tidak
berdosa. Terkadang, para korban sendiri juga menjadi pemicunya. faktor pola
atau gaya hidup anak-anak sekarang, terhadap lingkungan di sekitarnya
mempengaruhi munculnya aksi kejahatan ini. Kurangnya pengawasan dari orang tua
dan tidak diaturnya jam bermain anak, sehingga menyebabkan anak bebas bermain
ke luar rumah. Pakaian yang serba minim juga menjadi faktor timbulnya keinginan
para pelaku pencabulan untuk melakukan aksinya.
Peran keluarga menjadi sangat penting dalam rangka memberikan
keamanan dan kenyamanan anggota keluarga. Kepala keluarga harus menjadi
tauladan terutama tentang pendidikan seks kepada anggota keluarganya. Sekolah
juga mempunyai peran penting dalam membina anak didiknya tentang bahaya
kejahatan pencabulan anak. Sekolah bersama pemerintah bisa bekerjasama
melakukan penyuluhan dan seminar tentang pendidikan seks. Pemerintah, melalui
Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang berada di
bawah naungan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga
Berencana (BP3AKB) bisa memaksimalkan dalam perlindungan terhadap anak. P2TP2A
tidak hanya sebatas penanganan korban saja tetapi juga sebagai pusat informasi
dan pemberdayaan perempuan serta anak di kabupaten atau kota se-Kalimantan
Barat.
Pemerintah sebagai pengayom masyarakat hendaknya intensif
dalam memberantas kejahatan pencabulan anak. Pemerintah melalui Undang-Undang
(UU) Nomor 35 Tahun 2014 yang merevisi UU Nomor 23 Tahun 2002, yakni tentang
Perlindungan Anak menegaskan bahwa para pelaku tindak pidana kejahatan seksual
terhadap anak akan dihukum dengan sangat berat. Pada Pasal 88 menjelaskan,
bahwa hukuman bagi pelaku pencabulan akan dikenai sanksi penjara yakni paling
singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak 5
milyar. Sedangkan apabila pelakunya dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh
anak, pendidik atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 dari
ancaman pidananya. Misalnya, apabila pelaku pencabulan adalah orang tuanya
sendiri dan hakim memutuskan untuk menghukum 15 tahun penjara, maka lama
kurungan akan ditambah 1/3 dari 15 tahun penjara.
Anak – anak adalah generasi penerus bangsa. Nasib bangsa
Indonesia 20 tahun ke depan ditentukan oleh anak – anak zaman sekarang. Kita
sebagai generasi tua hendaknya selalu senantiasa membimbingnya agar selalu siap
menghadapi segala situasi yang kemungkinan bisa terjadi. Jangan sampai
kejahatan pencabulan terhadap anak terjadi lagi di sekitar kita. Kasus yang
terjadi di kabupaten Sanggau tempo hari menjadi peringatan bagi kita selaku
orang tua hendaknya selalu waspada. Sudah saatnya kita selalu mawas diri,
jangan sampai keluarga kita menjadi korban berikutnya. Pemerintah harus tegas
dalam upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelaku pencabulan. Semua elemen
masyarakat harus bersatu padu memberantas pemicu terjadinya kejahatan seksual,
seperti pemblokiran situs porno, sosialisasi akan bahaya pornografi, menghimbau
kepada masyarakat untuk berpakaian yang tertutup dan sopan, serta meningkatkan
keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selamatkan masa depan mereka
sekarang juga.
*)Wiraswasta,
blogger dan traveller
Sangat informatif dan mencerahkan!
ReplyDeleteROYALQQ.POKER jalan menuju kemenangan...
ReplyDeleteDaftar > Main > dan Buktikan sediri...