Kita sering mendengar
istilah difabel, akan tetapi jarang sekali kita memahami maksud dari kata
difabel. Kata difabel merupakan sebuah singkatan yang berasal different
abilities people ( orang dengan kemampuan yang berbeda ). Dengan
demikian, mereka para difabel tidak bisa kita pandang sebagai ketidakmampuan
atau kekurangan. Mereka adalah makhluk Tuhan yang sama di hadapan-Nya dengan
kondisi fisik yang berbeda dan dapat melakukan aktifitas dengan cara dan
pencapaian yang berbeda pula. Para difabel juga memiliki hak yang sama sebagaimana
manusia pada umumnya.
Setiap warga negara
Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak demi kelangsungan hidupnya
di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan peraturan yang termaktub dalam Undang
– Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1, bahwa “ Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan “. Hak pendidikan ini pun juga berlaku kepada mereka yang
berkebutuhan khusus atau para difabel tanpa adanya diskriminasi. Sekolah adalah
sebuah sarana untuk berinteraksi antar siswa dan harus memberikan fasilitas serta
aksesibilitas dalam melaksanakan kegiatan belajar dengan tujuan mempersiapkan
generasi yang akan datang.
Gambar : Sebuah gambar ilustrasi bahwa difabel tidak boleh dipandang sebelah mata
Sumber : www.kabarkota.com
Undang – Undang No. 4
Tahun 1997 pasal 12 menyatakan bahwa lembaga – lembaga pendidikan wajib
menerima para difabel sebagai siswa yang diwujudkan dalam bentuk sekolah model
inklusi. Sekolah model inklusi adalah sekolah reguler ( umum ) yang menerima Anak
Berkebutuhan Khusus ( ABK ) dan
menyediakan sistem layanan pendidikan yang disesuaikan dengan siswa lain melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran,
penilaian, dan sarana prasarananya. Dengan adanya sekolah inklusi, maka siswa
difabel dapat bersekolah di sekolah umum yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi.
Guru yang menjadi pendamping siswa difabel pun adalah guru Sekolah Luar Bisasa
( SLB ) yang dijadikan guru kunjung dan bersertifikat sebagai guru SLB.
Akan tetapi, tidak
semua sekolah umum membuka sekolah inklusi. Hanya beberapa saja yang ditunjuk
oleh dinas terkait yang menerapkan model inklusi di sekolahannya. Hal ini
seperti menjadi jurang pemisah antara siswa umum dan siswa yang berkebutuhan
khusus. Siswa ABK yang mempunyai kognitif bagus berhak untuk belajar bersama –
sama dengan siswa normal lainnya. Sarana dan prasarana sekolahan harus dibuat
sedemikian rupa sehingga siswa ABK bisa dengan mudah mengaksesnya. Contohnya
adalah ada akses jalan khusus ke kamar mandi bagi penyandang ABK, disediakan
jalan khusus bagi mereka yang tidak bisa melewati tangga, atau apabila gedung
sekolahannya bertingkat, maka disediakan sarana lift untuk akses naik dan turun.
Di tingkat perguruan
tinggi pun juga tidak jauh berbeda. Masih banyak beberapa institusi perguruan
tinggi di negara kita yang mensyaratkan untuk tidak menerima calon mahasiswa
yang berkebutuhan khusus. Hal ini sebenarnya bertolak belakang dengan undang –
undang yang sudah ada. Kampus seharusnya membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
siapa saja yang ingin menuntut ilmu. Gedung kampus yang menjulang tinggi pun
tidak ada layanan lift yang
sebenarnya sangat berguna bagi para mahasiswa berkebutuhan khusus.
Di negara maju, seperti
negara Amerika Serikat (AS) , Inggris, Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya telah memiliki undang – undang khusus
yang menangani permasalahan difabel. Negara menjamin kebebasan bagi setiap
penduduknya untuk memperoleh pendidikan, termasuk bagi mereka yang berkebutuhan
khusus. Sebuah kampus di AS memodifikasi sedemikian rupa kampusnya dengan
tujuan supaya kaum difabel mempunyai mobilitas yang lebih. Misalnya jalan di
sekitar kampus dibuat rata dan tidak berbukit – bukit, kemudian disediakan
layanan mobil jemputan bagi para mahasiswa difabel, kemudahan mengakses
perpustakaan, bahkan pihak kampus juga membentuk sukarelawan bagi mahasiswa
lain yang ingin membantu menuliskan catatan.
Video : Video tentang gambaran fasilitas umum bagi difabel di negara Inggris.
Sumber : www.youtube.com
Pemerintah seharusnya
serius dalam memberikan kesempatan para kaum difabel untuk memperoleh
pendidikan yang seluas – luasnya. Pemerintah melalui kementerian terkait harus
menyediakan sarana dan prasarana, serta fasilitas pendukung yang lain yang bisa
difungsikan untuk memenuhi kebutuhan belajar para kaum difabel.
Beberapa daerah di
Indonesia, melalui peraturan daerah ( perda ) sudah berusaha untuk lebih
memperhatikan bagi kaum difabel dalam memperoleh akses publik. Misalnya adalah
Pemerintah Daerah Kota Solo, yang belum lama ini memperoleh Piagam kebijakan
Inovatif Tahun 2014 dari Zero Project International
selaku penyelenggara nominasi aksesibilitas bagi difabel. Melalui sertifikat
tersebut, disampaikan bahwa kota Solo telah memenuhi standart aksesibilitas
terhadap difabel khususnya adalah bidang transportasi, informasi dan
komunikasi.
Bapak FX. Hadi
Rudiyatmo, selaku walikota Solo menyampaikan bahwa, “ Solo adalah kota inklusi
yang ramah terhadap difabel, maka tingkat pendidikan dari PAUD sampai dengan
SMA / SMK tidak boleh menolak siswa difabel " ( www.Surakarta.go.id ). Hal ini
dibuktikan dengan adanya sekolah inklusi di Solo, yakni terdapat 28 sekolah
inklusi yang terbagi dalam : 15 SD, 7 SMP dan 6 SMA / SMK. Selain itu, pemerintah
juga memberikan diklat bagi para Guru Pendamping Khusus ( GPK ) yang nantinya
akan difungsikan dalam pendampingan ABK di sekolah inklusi. Pemerintah juga
berencana membangun sarana dan prasarana yang bisa diakses para penyandang
difabel secara bertahap.
Dalam hal transportasi,
pemkot juga membangun shelter Batik Solo Trans (BST)
yang memungkinkan untuk dimanfaatkan para difabel, serta pelican crossing di beberapa titik lampu merah yang memungkinkan
para difabel untuk menyeberang jalan raya. Pelican
crossing adalah alat yang digunakan oleh pejalan kaki yang akan menyebrang di
jalan raya, sehingga pejalan kaki merasa aman dan nyaman ketika menyebrang. Pelican crossing hanya memiliki 2 warna,
yaitu merah dan hijau , serta beberapa rambu pendukung lainya yang sama seperti
traffic light biasa. Di kota solo sendiri sudah ada pelican crossing, diantaranya adalah di depan Stasiun Purwosari dan
di depan Rumah Sakit Umum Propinsi (RSUP) Moewardi. Penulis yang pernah tinggal di
Solo dalam waktu yang cukup lama juga pernah merasakan fungsi pelican crossing ini, sehingga kita
lebih aman dalam menyeberang di jalan raya.
Gambar : Pelican Crossing yang ada di depan RSUP Moewardi Solo
Sumber : www.hipwee.com
Beberapa kantor
pemerintahan sudah ada yang melengkapi sarana fisik yang dapat menunjang
kebutuhan para difabel, seperti akses jalan miring disamping tangga, yang dapat
memudahkan para pengguna kursi roda. Sebagian besar di kantor pemerintahan
kabupaten atau provinsi sudah disediakan akses khusus bagi para difabel. Namun untuk
tingkat kecamatan atau kelurahan masih sangat terbatas. Banyak kaum difabel
yang mengeluh akan fasilitas yang disediakan di kecamatan, sehingga mereka
kerepotan mengurus surat – surat seperti akta atau Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pemerintah seharusnya juga menggandeng para pelaku usaha untuk mewujudkan kota yang layak bagi difabel. Masih banyak di kota – kota besar di Indonesia yang masih minim dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi para difabel. Apabila kita jalan – jalan di pusat perbelanjaan atau Mall, maka jarang sekali kita lihat aksesibilitas yang layak bagi penyandang difabel. Eskalator yang dibangun untuk memudahkan bagi pengunjung untuk naik atau turun gedung tidak compatible bagi mereka yang menggunakan kursi roda. Kemudian toilet di pusat perbelanjaan rata – rata juga dibuat seperti toilet pada umumnya, sehingga bagi penyandang difabel akan susah menggunakannya. Para pelaku usaha harus turut memikirkan bagaimana caranya agar para difabel juga bisa mengakses tempat usaha mereka.
Pemerintah seharusnya juga menggandeng para pelaku usaha untuk mewujudkan kota yang layak bagi difabel. Masih banyak di kota – kota besar di Indonesia yang masih minim dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi para difabel. Apabila kita jalan – jalan di pusat perbelanjaan atau Mall, maka jarang sekali kita lihat aksesibilitas yang layak bagi penyandang difabel. Eskalator yang dibangun untuk memudahkan bagi pengunjung untuk naik atau turun gedung tidak compatible bagi mereka yang menggunakan kursi roda. Kemudian toilet di pusat perbelanjaan rata – rata juga dibuat seperti toilet pada umumnya, sehingga bagi penyandang difabel akan susah menggunakannya. Para pelaku usaha harus turut memikirkan bagaimana caranya agar para difabel juga bisa mengakses tempat usaha mereka.
Bagi pengguna ruang
publik, seperti jalan trotoar, juga banyak yang belum dipasang guiding block. Guiding block adalah jalur khusus diperuntukkan khusus bagi
penyandang tunanetra di trotoar yang dibuat dengan dasar yang memiliki tekstur
tertentu sehingga mudah dikenali oleh penyandang tuna netra dan tongkatnya. Banyak
pengguna jalan yang kurang memahami akan fungsi guiding block ini. Dan lebih parahnya, banyak guiding block yang sudah rusak karena bahannya kurang baik atau
karena sering dilindas oleh kendaraan bermotor yang melewati trotoar.
Gambar : Guiding Block yang ada di trotoar diperuntukkan bagi tuna netra
Sumber : www.kompasiana.com
Kesempatan untuk
berkreasi dan berkesempatan kerja adalah hak setiap individu. Begitu juga para
difabel, mereka juga berhak untuk berkreasi, berpendapat serta berkesempatan
kerja seperti yang lainnya. Convention on the Rights of Persons with
Disability atau yang biasa kita kenal sebagai CRPD merupakan konvensi internasional
mengenai hak difabel dan telah mendapat status legal penuh pada bulan Mei 2008.
Di dalam pasal 21 CRPD menyebutkan tentang kebebasan berekspresi dan
berpendapat serta akses terhadap informasi bagi kaum difabel. Negara harus
menjamin para difabel untuk dapat menggunakan hak atas kebebasan berekspresi
dan berpendapat, termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, dan memberikan
informasi serta ide atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya dan melalui semua
bentuk komunikasi sesuai pilihan mereka.
Dalam hal lapangan
pekerjaan, CRPD juga mengaturnya sesuai dengan pasal 27, yakni membahas tentang
pekerjaan dan lapangan pekerjaan. Negara
harus mengakui hak penyandang difabel untuk bekerja, atas dasar kesetaraan
dengan yang lainnya dan mencakup hak atas kesempatan untuk membiayai hidup
dengan pekerjaan yang dipilih atau diterima secara bebas di bursa kerja dan
lingkungan kerja yang terbuka, inklusif dan dapat diakses oleh penyandang
disabilitas.
Walaupun sudah ada
regulasi aturan tentang hak – hak para difabel dalam berekspresi serta
berkesempatan kerja, pada kenyataannya di masyarakat masih ada diskriminasi
yang menyudutkan para difabel. Banyak perusahaan di Indonesia, baik perusahaan milik
negara atau swasta yang masih tebang pilih dalam merekrut karyawannya tanpa
memperhatikan kemampuannya terlebih dahulu. Padahal seharusnya para difabel
berhak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak serta mendapat
perlakuan yang sama tanpa harus ada diskriminasi. Kesempatan kerja bagi para
difabel bisa disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan
kemampuannya. Misalnya industri garmen atau konveksi, perusahaan bisa
menyediakan kesempatan kerja bagi difabel, asalkan memenuhi kriteria dan syarat
yang sudah ditetapkan perusahaan. Perusahaan juga wajib memberi sarana dan
prasarana khusus bagi para difabel yang bekerja di tempatnya.
Di Indonesia masih
sangat minim perusahaan yang mau mempekerjakan penyandang difabel. Padahal sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998, yang menyatakan bahwa “ perusahaan
harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang
memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada
perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja perusahaannya “.
Kenyataan di lapangan tidaklah demikian, yakni perusahaan jarang mau
mempekerjakan para difabel. Kalaupun diterima bekerja, para buruh difabel yang notabene kaum minoritas diantara para
pekerja normal lainnya sering mendapat perlakuan diskriminatif.
Pemerintah selaku
pemegang kebijakan hendaknya memikirkan dengan serius akan kesejahteraan para
difabel. Pemerintah bisa bekerja sama dengan para stakeholder lain, yakni pihak swasta, masyarakat umum serta pejuang
HAM difabel dalam penyediaan aksesbilitas, penyelenggaraan sekolah inklusi, penyediaan
fasilitas umum di masyarakat yang support
terhadap para difabel, serta tersedianya ruang untuk berekspresi dan kesempatan
kerja bagi para difabel. Kaum difabel juga berhak mendapat kesetaraan sebagai
warga negara seperti yang lainnya. Semoga !
Lomba blog ini diikutkan dalam rangka menyemarakkan International Day of Persons with Disabilities atau Hari Difabel Sedunia 2015 yang diselenggarakan oleh Rumah Blogger Indonesia ( RBI )
Teman kuliah saya mengalami kecelakaan yang membuat dia harus diamputasi kakinya, tapi karena kampus kami memang tidak ramah terhadap orang yang berkebutuhan khusus, demi mengejar semangat hidup dan cita2nya dia memutuskan melanjutkan studinya di luar negeri. Alhamdulillahnya dia anak orang berada, lah kalo orangtuanya biasa saja bisa pupus lah harapan itu. Moga ke depan pemerintah lebih peduli terhadap ABK ini. (eri-k3)
ReplyDeleteiya mbak, masih banyak instansi di negeri kita yang diskriminatif teradap difabel...negara kurang ramah kepada mereka...hampir terjadi di semua wilayah
DeleteDi kota tempat tinggal saya sekarang (Trondheim, Norway), fasilitas untuk difabel sangat mumpuni, bahkan pada sarana transportasi sekalipun. Namun, di sini tidak ada sekolah khusus difabel. Tidak ada pembedaan antara murid sehat dengan murid difabel. Semua dianggap setara. Itu juga yang membuat para difabel menjadi "lebih sehat" lagi hidupnya^^
ReplyDeleteiya, saya baca literatur di hampir semua negara eropa memamng demikian...ndak tau kenapa ya, Indonesia yang nota bene berbudaya timur kog malah jauh tertinggal...di asia, jepang dan singapura sangat menghargai difabel
Delete