gambar : cinta ibu, bakti anak
Sudah hampir satu tahun
saya merantau untuk yang pertama kalinya. Sejak lahir sampai lulus kuliah, saya
tidak pernah pergi jauh dari keluarga, hari – hari selalu membersamai orang
tua. Tiada yang lebih bahagia untuk dirindukan bagi seorang perantau, melainkan
bertemu dengan orang tua di kampung halaman. Ingin rasanya diri ini selalu
membersamai melewati masa tuanya di desa. Apabila memasuki bulan Desember, saya
selalu ingat tentang ibu. Di benak saya hanya ada ibu, rumah di kampung, aneka
masakan jawa, serta lumpia basah. Ibu sangat menyukai makanan tradisional khas
Semarang ini. Setiap saya pergi ke Semarang, selalu saya bawakan oleh – oleh
jajanan ini. Atau apabila pergi ke kota lain, dan menemukan penjaja makanan
ini, pasti akan saya borong sebagai hadiah buat ibu.
Musisi Iwan Fals pun
membuat lirik apik yang menceritakan tentang rindunya terhadap ibu. Konon
sejarah penciptaan lagu tersebut terbesit dari kisah nyata perjuangan ibunya
dalam mengasuh dan membesarkannya sejak kecil. Bagi dia, ibu digambarkan
layaknya udara. Kasih sayang seorang ibu yang diberikan kepada anaknya tak kan
mampu terbalas. Meski berhadapan dengan darah dan nanah, kasih sayang ibu
takkan pernah sirna hingga kapan pun. Lagu itu sampai sekarang menjadi
inspirasi perjuangan sosok ibu, yang biasanya sering dilantunkan ketika bulan
Desember.
Memasuki bulan Desember
ini, coba mari kita hadirkan kembali wajah ibu dalam bayangan kita, mengingat –
ingat kembali akan jerih payahnya, suka dan dukanya dalam mengasuh dan merawat
kita. Kita paksa air kita untuk meleleh mengingat – ingat wajah tuanya, tentang
peranannya dalam mengajarkan kepada kita makna kehidupan, serta usaha keras
mengupayakan segala cara untuk kebahagiaan anak - anaknya. Kerut di wajahnya
menggambarkan kelelahan dan kepayahan yang sangat, tenaga yang mulai terkikis
seiring dengan bertambahnya usia. Tangannya tak sekuat dulu ketika kita masih
kecil dan sering digendongnya. Masih ingat dalam benak kita, ketika kita
berkelahi dengan teman sepermainan, maka ibu lah yang menjadi pelipur kita. Ibu
mengusap air mata kita yang keluar, mengecup kening kita, menasehati kita, atau
kadang membelikan mainan yang kita pun bebas memilih.
Nabi pun sangat
memuliakan dan menyanjung terhadap seeorang yang berpredikat sebagai ibu.
Bahkan, tiga kali rasul menyampaikan kepada para sahabat tentang manusia yang
layak untuk paling dihormati. Syahdan, suatu ketika Rosulullah berada di dalam
suatu majelis ilmu. Tiba – tiba ada seorang sahabat yang bertanya, “ Wahai
Rosulullah, siapa yang paling patut dihormati dan diperlakukan dengan
sebaik-baiknya? “ Nabi pun kemudian menjawab , “ Ibumu”. Hal ini diulanginya
sampai tiga kali, sebelum ia menyebut “ bapakmu”. Nabi juga pernah bersabda di
dalam hadits nya yang sangat terkenal, bahwa surga Allah berada di bawah
telapak kaki ibu.
Ibu tidak mengharap
imbalan dari anak-anaknya. Kalaupun meminta, sebenarnya semua harta yang kita
miliki adalah hak ibu. Seharusnya kita malu, ketika orang tua sampai meminta apa
yang kita miliki. Tidak jarang karena kesibukan kerja dan padatnya aktifitas,
seakan-akan tidak ada sedikit pun waktu yang bisa kita luangkan walau hanya
sekedar tahu keadaannya, meski telepon genggam selalu di tangan kita. Ibu hanya
ingin melihat anak – anaknya sukses dan bahagia, walau disatu sisi kita tidak
tahu, apakah ibu juga bahagia atau tidak. Secara hati nurani yang paling dalam,
sebenarnya kita butuh untuk kembali kepadanya, memandangi sendu matanya, membelai
lembut tangannya, menciumi kedua kakinya, dan tentunya meminta selalu doanya.
Semoga ibu selalu sehat
selalu di kampung nun jauh di sana, terhindar dari segala bahaya, dimudahkan
segala urusan – urusannya dan semoga doa ibu selalu menyertai langkah-langkah
kita. Setiap hari adalah hari ibu. Selamat hari ibu.
Semoga ibu selalu sehat... semoga ridho dalam setiap langkah kami. Bahagia sepanjang hidupnya...
ReplyDelete