Gambar : Penulis (tengah dengan anak) menang juara 2
Oleh : Faisal Riza
diikutkan dalam lomba menulis dengan tema: ibu, dalam rangka memperingati Hari Ibu Nasional
yang diselenggarakan oleh DPD PKS kota Pontianak
Ibu
doakanlah ku akan melangkah
Menyusuri
waktu menjemput citaku
Ibu
lepaskanlah ku ke laut biru
Akan
kuarungi akan kuseberangi
Ibu
doakanlah ku sedang melangkah
Menjalani
hari menjemput harapku
Ibu
lepaskanlah ku dengan maafmu
Tentramkan
hatiku menempuh hidupku
( Nasyid by : Seismic )
Petikan lirik lagu
diatas mengingatkan kembali tentang memoar zaman dulu, bercerita tentang
seorang anak yang akan pergi merantau dan selalu berharap akan doa ibunya. Baginya,
doa seorang ibu adalah senjata utama, sebagai bekal untuk sang anak dalam
menjalani kehidupan di rantau. Sang anak berharap, ibunya selalu mendoakannya
agar Allah selalu melindungi dan membersamai di setiap langkahnya.
Bagi seorang perantau
seperti saya, tentunya kita akan selalu terenyuh dan terbayang akan kerinduan kita terhadap sosok
ibu. Jauh dari orang tua, menjadikan hari – hari yang kita jalani di perantauan
terasa belum lengkap karena ketiadaan akan kehadiran ibu di sisi kita. Di
usianya yang semakin senja, seharusnya kita sebagai seorang anak harus selalu
berada di sisinya, melayaninya, mendengarkan curhatan keluh kesahnya, serta
memenuhi segala kebutuhannya. Jasa ibu bagi kita sungguh tak terhitung
banyaknya. Ibu selalu menyayangi kita sejak kita masih dikandung badan,
kemudian menyusui dan menyapih kita, serta merawat dan mendidik sampai kita
dewasa dan hidup mandiri. Jerih payah yang demikian besar tidak akan sebanding
dengan apa yang telah kita berikan kepadanya.
Ibu selalu dirindukan
disetiap waktu. Dialah wanita hebat yang begitu luar biasa di bumi ini. Tak ada
yang bisa menyamai kehebatan ibu, yakni selalu memberi tanpa henti, berbagi
tanpa merasa rugi dan bekerja tanpa lelah. Nafasnya adalah anugrah, kata – katanya
adalah doa, pengorbanannya adalah surga. Sang Nabi pun menyampaikan kemuliaan
seorang ibu dalam beberapa haditsnya. “ Surga berada di bawah telapak kaki
ibu”. Begitu nabi berpesan kepada para sahabatnya, bahwa kita wajib mentaati
dan berbakti pada ibu, mendahulukan kepentingannya dan mengalahkan kepentingan
pribadi. Sehingga bisa diibaratkan bahwa letak diri kita hanya secercah debu
yang ada dibawah telapak kakinya bila kita ingin meraih surga.
Sewaktu kecil, saya merupakan
anak yang penakut. Ibulah yang selalu menemani dan menyemangati bahwa seorang
anak laki – laki tidak boleh menjadi penakut. Walaupun demikian, saya tetap
merasa takut dan kecil hati terhadap dunia luar. Ibu senantiasa sabar menemani
saya walaupun saat itu saya sudah menginjak masuk sekolah TK. Di sela – sela
kesibukannya mengurus rumah, ibu masih menyempatkan untuk menungguiku
bersekolah, dari pagi hingga kegiatan sekolah berakhir. Hal ini berlangsung
hingga saya kelas 2 SD, ibu selalu menunggui saya di sekolah. Tanpa pernah merasa
pamrih, ibu menjalaninya dengan ikhlas.
Bagi saya, ibu adalah seorang
aktris yang paling hebat. Suatu hari dia bisa saja menjadi seseorang yang
sangat lembut, menemani saya ketika saya sedang gundah gulana. Di lain waktu,
dia juga menjadi seorang security,
ketika di dirumah sendirian menjaga rumah, dikarenakan bapak bekerja dan kami
masih di sekolah. Bisa juga ibu menjadi seorang pelawak yang membuat kami
tertawa terpingkal – pingkal, ketika ibu menceritakan pengalaman lucunya
tatkala masih muda. Bahkan, ibu juga bisa menjadi bodyguard, tatkala saya berkelahi dengan teman sepermainan di
sekitar rumah. Ketika menjelang malam, ibu bisa mengaum layaknya seekor singa
ketika menceritakan dongeng sebelum tidur. Kadang menderik dan mendesis seperti
seekor ular yang hendak memangsa buruannya. Lengkingan suara burung pun juga
dkeluar dari mulutnya, tatkala bercerita tentang perjuangan seekor burung
tilang keluar dari jeratan sang pemburu.
Ibu selalu memberi
,tanpa pernah sepatah kata pun beliau memintanya kembali. Semua itu
dilakukannya agar kebahagiaan senantiasa ada pada kehidupan anak – anaknya.
Begitu banyak pengorbanan yang diberikannya dan tanpa lelah selalu mendidik
anak – anaknya agar kelak menjadi orang yang sukses. Hal ini yang membuat
seorang sahabat Nabi, Uwaish Al Qarni mendapat balasan surga. Dia mempunyai ibu
yang sudah tua renta, tak berdaya untuk berdiri atau berjalan. Diceritakan
tatkala ibadah haji, dengan susah payah dia menggendong ibunya dari awal sampai
akhir rukun haji. Hal ini dilakukannya dalam rangka berbakti kepada ibunya.
Bahkan di lain cerita, seorang sahabat juga dilarang ikut ke medan peperangan
lantaran tidak ada yang mengurus ibunya yang sudah renta.
Suatu hari ibu jatuh
sakit karena lelah yang didera sepanjang hari beraktifitas mengurus rumah
tangga. Kami sadar, bahwa beban yang harus diemban ibu mengurus rumah, bapak dan
kami 4 bersaudara sangat melelahkan. Tanpa mengeluh, seperti biasanya, ibu
seakan – akan mempunyai jadwal tersendiri dalam beraktifitas sehari – hari. Sakit
yang diderita diabaikan, demi kebahagiaan kami semua. Kalau sudah seperti ini,
kami berebutan untuk mengganti peran ibu, seperti menyapu, mengepel lantai,
memasak sayur, menanak nasi atau bahkan menyeterika baju. Bagi kami, kesehatan
ibu adalah yang terpenting. Jangan sampai ibu jatuh sakit, sebab kami yang di
rumah akan senantiasa keteteran
mengurus urusan rumah. Bagi kami, ibu adalah pahlawan yang akan senantiasa
berada di depan dalam memenuhi keperluan kami.
“
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu
bapaknya ; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah –
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.......”
(QS. Luqman (31) : 14). Dalam menjalani
hari – hari bersama ibu, terkadang perlakuan yang kurang pantas sering kita
berikan kepada ibu. Perkataan “uf”, “ah”, “as”, atau sekedar kata “ nanti
dulu,bu” sering kita ucapkan, baik disengaja maupun tidak kita sengaja. Kita
terkadang lupa akan jerih payahnya dalam mengasuh dan mendidik kita ketika kita
masih kecil. Sekadar mengucapkan terima kasih pun kadang kita terasa berat. Tidak
jarang kesibukan dan rutinitas padat kita membuat kita melupakannya. Sekedar
meluangkan waktu untuk mengetahui keadaannya seakan tiada waktu, padahal handphone tak pernah lepas dari tangan
kita.
Pada momen hari ibu
kali ini, marilah kita hadirkan kembali wajah ibu dalam bayangan kita,
mengingat – ingat kembali akan jerih payahnya, suka dan dukanya, cucuran
keringat serta lelehan air matanya dalam mengasuh kita. Kita hadirkan wajah ibu
di setiap doa-doa kita, saat kita bermunajat kepada Allah di sepertiga malam. Kita
paksa air kita untuk meleleh mengingat – ingat wajah tuanya, tentang peranannya
dalam mengajarkan kepada kita makna kehidupan, serta usaha kerasnya berupaya
dengan segala cara untuk kebahagiaan anak - anaknya. Kita sediakan pulsa khusus
yang bisa digunakan sewaktu – waktu hanya untuk menelepon ibu, sekedar bertanya
bagaimana keadaan dan kesehatannya. Kita perlebar telinga kita, untuk sekedar
mendengar curhat dan keluh kesahnya. Kerut di wajahnya menggambarkan kelelahan
dan kepayahan yang sangat, tenaga yang mulai terkikis seiring dengan
bertambahnya usia. Tangannya tak sekuat dulu ketika kita masih kecil dan sering
digendongnya.\
Ibu, rindu rasanya hati
ini untuk kembali pada masa – masa indah dulu. Semoga masih ada waktu untuk
bertemu dan bercerita tentang kenangan masa lalu. Begitu banyak jasamu,
sehingga kami bisa seperti ini. Sujud syukur saya panjatkan kehadirat-Nya atas
limpahan kesehatan yang diberikan pada ibu. Beribu-ribu doa saya panjatkan
semoga Allah SWT senantiasa melindungi ibu, memudahkan segala urusannya serta menjaganya
selalu dari mara bahaya. Sepenuh cinta saya kirimkan kepada ibu, semoga Allah
menjaganya selalu.
Selamat Hari ibu.
No comments:
Post a Comment