Tuesday 8 December 2015

Malaikat tak bersayap : Ibu



gambar : cinta ibu, bakti anak
Sudah hampir satu tahun saya merantau untuk yang pertama kalinya. Sejak lahir sampai lulus kuliah, saya tidak pernah pergi jauh dari keluarga, hari – hari selalu membersamai orang tua. Tiada yang lebih bahagia untuk dirindukan bagi seorang perantau, melainkan bertemu dengan orang tua di kampung halaman. Ingin rasanya diri ini selalu membersamai melewati masa tuanya di desa. Apabila memasuki bulan Desember, saya selalu ingat tentang ibu. Di benak saya hanya ada ibu, rumah di kampung, aneka masakan jawa, serta lumpia basah. Ibu sangat menyukai makanan tradisional khas Semarang ini. Setiap saya pergi ke Semarang, selalu saya bawakan oleh – oleh jajanan ini. Atau apabila pergi ke kota lain, dan menemukan penjaja makanan ini, pasti akan saya borong sebagai hadiah buat ibu.

Musisi Iwan Fals pun membuat lirik apik yang menceritakan tentang rindunya terhadap ibu. Konon sejarah penciptaan lagu tersebut terbesit dari kisah nyata perjuangan ibunya dalam mengasuh dan membesarkannya sejak kecil. Bagi dia, ibu digambarkan layaknya udara. Kasih sayang seorang ibu yang diberikan kepada anaknya tak kan mampu terbalas. Meski berhadapan dengan darah dan nanah, kasih sayang ibu takkan pernah sirna hingga kapan pun. Lagu itu sampai sekarang menjadi inspirasi perjuangan sosok ibu, yang biasanya sering dilantunkan ketika bulan Desember.
Memasuki bulan Desember ini, coba mari kita hadirkan kembali wajah ibu dalam bayangan kita, mengingat – ingat kembali akan jerih payahnya, suka dan dukanya dalam mengasuh dan merawat kita. Kita paksa air kita untuk meleleh mengingat – ingat wajah tuanya, tentang peranannya dalam mengajarkan kepada kita makna kehidupan, serta usaha keras mengupayakan segala cara untuk kebahagiaan anak - anaknya. Kerut di wajahnya menggambarkan kelelahan dan kepayahan yang sangat, tenaga yang mulai terkikis seiring dengan bertambahnya usia. Tangannya tak sekuat dulu ketika kita masih kecil dan sering digendongnya. Masih ingat dalam benak kita, ketika kita berkelahi dengan teman sepermainan, maka ibu lah yang menjadi pelipur kita. Ibu mengusap air mata kita yang keluar, mengecup kening kita, menasehati kita, atau kadang membelikan mainan yang kita pun bebas memilih.
Nabi pun sangat memuliakan dan menyanjung terhadap seeorang yang berpredikat sebagai ibu. Bahkan, tiga kali rasul menyampaikan kepada para sahabat tentang manusia yang layak untuk paling dihormati. Syahdan, suatu ketika Rosulullah berada di dalam suatu majelis ilmu. Tiba – tiba ada seorang sahabat yang bertanya, “ Wahai Rosulullah, siapa yang paling patut dihormati dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya? “ Nabi pun kemudian menjawab , “ Ibumu”. Hal ini diulanginya sampai tiga kali, sebelum ia menyebut “ bapakmu”. Nabi juga pernah bersabda di dalam hadits nya yang sangat terkenal, bahwa surga Allah berada di bawah telapak kaki ibu.
Ibu tidak mengharap imbalan dari anak-anaknya. Kalaupun meminta, sebenarnya semua harta yang kita miliki adalah hak ibu. Seharusnya kita malu, ketika orang tua sampai meminta apa yang kita miliki. Tidak jarang karena kesibukan kerja dan padatnya aktifitas, seakan-akan tidak ada sedikit pun waktu yang bisa kita luangkan walau hanya sekedar tahu keadaannya, meski telepon genggam selalu di tangan kita. Ibu hanya ingin melihat anak – anaknya sukses dan bahagia, walau disatu sisi kita tidak tahu, apakah ibu juga bahagia atau tidak. Secara hati nurani yang paling dalam, sebenarnya kita butuh untuk kembali kepadanya, memandangi sendu matanya, membelai lembut tangannya, menciumi kedua kakinya, dan tentunya meminta selalu doanya.
Semoga ibu selalu sehat selalu di kampung nun jauh di sana, terhindar dari segala bahaya, dimudahkan segala urusan – urusannya dan semoga doa ibu selalu menyertai langkah-langkah kita. Setiap hari adalah hari ibu. Selamat hari ibu. 

1 comment:

  1. Semoga ibu selalu sehat... semoga ridho dalam setiap langkah kami. Bahagia sepanjang hidupnya...

    ReplyDelete