Friday 25 December 2015

Sepenuh cinta untukmu ibu




 Gambar : Penulis (tengah dengan anak) menang juara 2

Oleh : Faisal Riza
diikutkan dalam lomba menulis dengan tema:  ibu, dalam rangka memperingati Hari Ibu Nasional
yang diselenggarakan oleh DPD PKS kota Pontianak

Ibu doakanlah ku akan melangkah
Menyusuri waktu menjemput citaku
Ibu lepaskanlah ku ke laut biru
Akan kuarungi akan kuseberangi

Ibu doakanlah ku sedang melangkah
Menjalani hari menjemput harapku
Ibu lepaskanlah ku dengan maafmu
Tentramkan hatiku menempuh hidupku
( Nasyid by : Seismic )

Petikan lirik lagu diatas mengingatkan kembali tentang memoar zaman dulu, bercerita tentang seorang anak yang akan pergi merantau dan selalu berharap akan doa ibunya. Baginya, doa seorang ibu adalah senjata utama, sebagai bekal untuk sang anak dalam menjalani kehidupan di rantau. Sang anak berharap, ibunya selalu mendoakannya agar Allah selalu melindungi dan membersamai di setiap langkahnya.
Bagi seorang perantau seperti saya, tentunya kita akan selalu terenyuh dan  terbayang akan kerinduan kita terhadap sosok ibu. Jauh dari orang tua, menjadikan hari – hari yang kita jalani di perantauan terasa belum lengkap karena ketiadaan akan kehadiran ibu di sisi kita. Di usianya yang semakin senja, seharusnya kita sebagai seorang anak harus selalu berada di sisinya, melayaninya, mendengarkan curhatan keluh kesahnya, serta memenuhi segala kebutuhannya. Jasa ibu bagi kita sungguh tak terhitung banyaknya. Ibu selalu menyayangi kita sejak kita masih dikandung badan, kemudian menyusui dan menyapih kita, serta merawat dan mendidik sampai kita dewasa dan hidup mandiri. Jerih payah yang demikian besar tidak akan sebanding dengan apa yang telah kita berikan kepadanya.
Ibu selalu dirindukan disetiap waktu. Dialah wanita hebat yang begitu luar biasa di bumi ini. Tak ada yang bisa menyamai kehebatan ibu, yakni selalu memberi tanpa henti, berbagi tanpa merasa rugi dan bekerja tanpa lelah. Nafasnya adalah anugrah, kata – katanya adalah doa, pengorbanannya adalah surga. Sang Nabi pun menyampaikan kemuliaan seorang ibu dalam beberapa haditsnya. “ Surga berada di bawah telapak kaki ibu”. Begitu nabi berpesan kepada para sahabatnya, bahwa kita wajib mentaati dan berbakti pada ibu, mendahulukan kepentingannya dan mengalahkan kepentingan pribadi. Sehingga bisa diibaratkan bahwa letak diri kita hanya secercah debu yang ada dibawah telapak kakinya bila kita ingin meraih surga.
Sewaktu kecil, saya merupakan anak yang penakut. Ibulah yang selalu menemani dan menyemangati bahwa seorang anak laki – laki tidak boleh menjadi penakut. Walaupun demikian, saya tetap merasa takut dan kecil hati terhadap dunia luar. Ibu senantiasa sabar menemani saya walaupun saat itu saya sudah menginjak masuk sekolah TK. Di sela – sela kesibukannya mengurus rumah, ibu masih menyempatkan untuk menungguiku bersekolah, dari pagi hingga kegiatan sekolah berakhir. Hal ini berlangsung hingga saya kelas 2 SD, ibu selalu menunggui saya di sekolah. Tanpa pernah merasa pamrih, ibu menjalaninya dengan ikhlas.
Bagi saya, ibu adalah seorang aktris yang paling hebat. Suatu hari dia bisa saja menjadi seseorang yang sangat lembut, menemani saya ketika saya sedang gundah gulana. Di lain waktu, dia juga menjadi seorang security, ketika di dirumah sendirian menjaga rumah, dikarenakan bapak bekerja dan kami masih di sekolah. Bisa juga ibu menjadi seorang pelawak yang membuat kami tertawa terpingkal – pingkal, ketika ibu menceritakan pengalaman lucunya tatkala masih muda. Bahkan, ibu juga bisa menjadi bodyguard, tatkala saya berkelahi dengan teman sepermainan di sekitar rumah. Ketika menjelang malam, ibu bisa mengaum layaknya seekor singa ketika menceritakan dongeng sebelum tidur. Kadang menderik dan mendesis seperti seekor ular yang hendak memangsa buruannya. Lengkingan suara burung pun juga dkeluar dari mulutnya, tatkala bercerita tentang perjuangan seekor burung tilang keluar dari jeratan sang pemburu.
Ibu selalu memberi ,tanpa pernah sepatah kata pun beliau memintanya kembali. Semua itu dilakukannya agar kebahagiaan senantiasa ada pada kehidupan anak – anaknya. Begitu banyak pengorbanan yang diberikannya dan tanpa lelah selalu mendidik anak – anaknya agar kelak menjadi orang yang sukses. Hal ini yang membuat seorang sahabat Nabi, Uwaish Al Qarni mendapat balasan surga. Dia mempunyai ibu yang sudah tua renta, tak berdaya untuk berdiri atau berjalan. Diceritakan tatkala ibadah haji, dengan susah payah dia menggendong ibunya dari awal sampai akhir rukun haji. Hal ini dilakukannya dalam rangka berbakti kepada ibunya. Bahkan di lain cerita, seorang sahabat juga dilarang ikut ke medan peperangan lantaran tidak ada yang mengurus ibunya yang sudah renta.
Suatu hari ibu jatuh sakit karena lelah yang didera sepanjang hari beraktifitas mengurus rumah tangga. Kami sadar, bahwa beban yang harus diemban ibu mengurus rumah, bapak dan kami 4 bersaudara sangat melelahkan. Tanpa mengeluh, seperti biasanya, ibu seakan – akan mempunyai jadwal tersendiri dalam beraktifitas sehari – hari. Sakit yang diderita diabaikan, demi kebahagiaan kami semua. Kalau sudah seperti ini, kami berebutan untuk mengganti peran ibu, seperti menyapu, mengepel lantai, memasak sayur, menanak nasi atau bahkan menyeterika baju. Bagi kami, kesehatan ibu adalah yang terpenting. Jangan sampai ibu jatuh sakit, sebab kami yang di rumah akan senantiasa keteteran mengurus urusan rumah. Bagi kami, ibu adalah pahlawan yang akan senantiasa berada di depan dalam memenuhi keperluan kami.
“ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya ; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah – tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.......” (QS. Luqman (31) : 14). Dalam  menjalani hari – hari bersama ibu, terkadang perlakuan yang kurang pantas sering kita berikan kepada ibu. Perkataan “uf”, “ah”, “as”, atau sekedar kata “ nanti dulu,bu” sering kita ucapkan, baik disengaja maupun tidak kita sengaja. Kita terkadang lupa akan jerih payahnya dalam mengasuh dan mendidik kita ketika kita masih kecil. Sekadar mengucapkan terima kasih pun kadang kita terasa berat. Tidak jarang kesibukan dan rutinitas padat kita membuat kita melupakannya. Sekedar meluangkan waktu untuk mengetahui keadaannya seakan tiada waktu, padahal handphone tak pernah lepas dari tangan kita.
Pada momen hari ibu kali ini, marilah kita hadirkan kembali wajah ibu dalam bayangan kita, mengingat – ingat kembali akan jerih payahnya, suka dan dukanya, cucuran keringat serta lelehan air matanya dalam mengasuh kita. Kita hadirkan wajah ibu di setiap doa-doa kita, saat kita bermunajat kepada Allah di sepertiga malam. Kita paksa air kita untuk meleleh mengingat – ingat wajah tuanya, tentang peranannya dalam mengajarkan kepada kita makna kehidupan, serta usaha kerasnya berupaya dengan segala cara untuk kebahagiaan anak - anaknya. Kita sediakan pulsa khusus yang bisa digunakan sewaktu – waktu hanya untuk menelepon ibu, sekedar bertanya bagaimana keadaan dan kesehatannya. Kita perlebar telinga kita, untuk sekedar mendengar curhat dan keluh kesahnya. Kerut di wajahnya menggambarkan kelelahan dan kepayahan yang sangat, tenaga yang mulai terkikis seiring dengan bertambahnya usia. Tangannya tak sekuat dulu ketika kita masih kecil dan sering digendongnya.\
Ibu, rindu rasanya hati ini untuk kembali pada masa – masa indah dulu. Semoga masih ada waktu untuk bertemu dan bercerita tentang kenangan masa lalu. Begitu banyak jasamu, sehingga kami bisa seperti ini. Sujud syukur saya panjatkan kehadirat-Nya atas limpahan kesehatan yang diberikan pada ibu. Beribu-ribu doa saya panjatkan semoga Allah SWT senantiasa melindungi ibu, memudahkan segala urusannya serta menjaganya selalu dari mara bahaya. Sepenuh cinta saya kirimkan kepada ibu, semoga Allah menjaganya selalu.
Selamat Hari ibu.

No comments:

Post a Comment